Usai kegiatan lukis
selesai,tanpa nunggu lama, Nadin dan
Digta langsung berangkat ke sesuatu tempat
yang telah direncanakan Digta. Sepepanjang jalan Nadin terus bertanya tanya kemana mereka akan pergi, tapi Digta tetap tidak memberitahunya.
Setelah Menempuh jarak yang lumayan jauh, dan melewati jalan yang dipinggirnya penuh
dengan pohon pinus, dua pasang mata langsung menatap dengan takjub keindahan
danau yang luas, dengan airnya yang biru serta alang alang yang terhampar di
tepi danau itu. Seketika tatapan Nadin terusik oleh Digta yang sengaja meniup matanya
dari samping.
“kamu suka tempat ini
Nad??” tanya Digta yang kemudian menghirup udara segar di danau itu.
“Aku suka banget Kak...ini tuh indaaaahh banget, udah lama juga
aku gak ketempat seperti ini!!
“kamu tau ?? setiap aku
lagi sedih atau setiap aku lagi seneng aku tuh suka kesini...!”ujar Digta
sambil menatap Nadin
“o yah??” jadi..danau
ini tumpahan perasaan Kak Digta ya??
“iaa... pokoknya danau
ini udah jadi saksi bisu dari tumpahan perasaanku.!” Dan kamu..kamu adlh orng
pertama yang aku ajak kesini Nad..!”
Nadin hanya bisa
tersenyum saat mendengar semua perkataan Digta, ia mulai berfikir apakah nanti dia
bisa menjadi tumpahan perasaannya. Dengan tetesan gerimis yang perlahan
turun Nadin dan Digta kemudian
melanjutkan jalan jalan ke tepi danau lalu menaiki sebuah sampan, dan
membiarkan gerimis yang turun menjadi
penghias kedekatan mereka. Kedekatan singkat itu dijadikan cerita yang dicatat
Nadin dalam sebuah buku hariannya, walaupun ia lelah karena pulang malam, Nadin
tetap mencatatnya dengan tersenyum, tersenyum karena membayangkan saat saat di danau bersama
Digta.
Tepat 2 hari setelah Nadin dan
Digta pergi ke danau, acara pelepasan keas XII yang ditunggu tunggupun tiba,
Nadin sebagai salah satu panitia datang ke sekolah lebih pagi, ia kemudian
duduk di kursi penerima tamu bersama temannya Sofi, selang satu jam kelas XII
mulai berdatangan termasuk Digta yang datang dari arah parkir yang kemudian menghampiri
meja penerima tamu, Nadin mulai tersenyum saat Digta datang dengan mengenakan baju batik
dan jas hitam, terlihat sedikit kebapakan namun tetap gagah dan tampan. Digta
menyapa Nadin dengan ucapan selamat pagi disertai senyuman manisnya. Saat Digta
mulai tanda tangan anehnya ia mengeluarkan bolpoinnya sendiri dari saku jasnya, lalu ia meninggalkan
bolpoin itu di meja setelah ia selesai menanda tangan, Nadin berusaha
memanggilnya untuk memberikan bolpoinnya ketinggalan, tapi Digta terus berjalan
memasuki ruangan acara pelepasan. Sampai pada akhir acarapun Nadin masih
menunggu Digta untuk memberikan bolpoinnya, tapi Digta tak terlihat
juga. Akhirnya Nadin berniat untuk menyimpan bolpoin itu dan mengembalikannya di
sanggar, Tetapi satu minggu setelah acara pelepasan,Nadin sudah tidak lagi
melihat Digta, bahkan teman temannya di sanggar juga tidak tau Digta kemana, Saat jam istirahat Nadin selalu berdiri di pintu masuk sanggar berharap ia akan melihat
Digta masuk dari gerbang sanggar dan menghampirinya,
Namun semuanya tak lain
hanya harapan dan harapan, harapan yang menumpuk seperti tumpukan buku.
Perasaan seperti inilah yang tidak
diinginkan Nadin, beribu tanya dalam dirinya tentang kepergian Digta yang
singkat sesingkat cerita kebersamaanya dengan Digta. Tanpa sepatah kata ataupun
pesan, Digta pergi ke Bali seminggu
setelah acara pelepasan di sekolah. Nadin mulai merasakan bahwa perasaan suka,
perjuangan dan harapannya pada Digta itu hanya menghasilkan jutaan rasa sakit
yang teramat dalam bagi dirinya,rasa sakit melebihi di tinggalkan oleh seorang
teman. Perlahan ia mencoba melupakan semua kenangannya bersama Digta namun ia
tidak pernah bisa, ia hanya bisa berfikir dan yakin bahwa Tuhan telah
merencanakan hal yang indah dibalik akhir kisahnya yang menyakitkan bersama
Digta.
Disekolah Nadin berusaha
menjadi Nadin yang seperti biasanya, kini ia sudah kelas XII sudah jadi
keharusan buatnya agar menjadi gadis yang lebih dewasa, dewasa dalam bertindak,
dewasa dalam menghadapi segala masalahnya termasuk mengatasi rasa sakitnya
karena Digta yang tiba tiba pergi.
Satu tahun kemudian..
Satu pekan terakhir Musim
hujan masih terus mengguyur kota Yogya, dan itu membuat para panitia kewalahan
ketika sedang mempersiapkan acara out door pelepasan kelas XII di sekolah yang tinggal satu hari
lagi.
“Kek, tak terasa
ya..Nadin sekarang udah Lulus SMA lagi..!!” ujar Nadin sambil terus mengelap 3
piala hasil kejuaraan melukisnya.
“iyaa... kamu sudah
menempuh masa masa SMA, teruus..kamu sudah ada rencana untuk kuliah dimana??”
Tanya Kakek..
“hemmm...Nadin gimana
mamah sama papah aja kek..”
“Loh..kenapa harus
gimana Mamah sama Papah, yg mau kuliah kan kamu Nak??” ujar Ibunya Nadin datang
sambil membawa sebuah tas..
“eh mamah...hihihii..!!
jawab Nadin yang kemudian mencium tangan ibunya yang baru datang
“ini...mamah bawain kamu
kebaya buat acara pelepasan kamu besok..!”
“ya ampuunn..maahh
makasih.. kebayanya bagus bangeeett..” ujar Nadin dengan gembira saat melihat
kebaya yang di berikan ibunya, saat Nadin akan mencoba kebaya itu
terdengar bunyi telepon rumahnya berdering,
Ibu Nadin mengangkat telepon itu tapi orang yang menelpon itu menanyakan Nadin,
“Asalamualaikum...?? ini
dengan Nadin, ini siapa ya??” tanya Nadin penasaran
“Waalaikumsalam..Nad, aku..aku pemilik bolpoin yang ketinggalan di meja tamu
pas perpisahan kelas XII tahun lalu” jawab orang itu dengan lembut namun Nadin
langsung terdiam ..
“Kak Digta??” jabaw
Nadin pelan, dengan derai air mata yang mulai membasahi pipinya.
“iya..Nad ini aku Digta,
apa kamu mau mengembalikan bolpoin itu, ??” jawab Digta singkat
“apa bopoin itu sangat
berharga?” tanya Nadin dengan masih suara pelan
“iya, bolpoin itu memang
sangat berharga buat aku, tapi..bolpoin itu tidak berarti apa apa, aku Cuma
pengen memilikinya kembali”.
“aku rasa..aku juga
belum menerima kembali kuas yang Kak Digta pinjam waktu melukis di sanggar!!
“ya
tuhaann..iyaa, ‘kamu tenang aja, aku
masih simpen kuas kamu kok!!”...besok kita ketemu ya, dan kalau boleh aku pngen
minta No Hand phone kamu, supaya besok kita bisa kontekan.!!”
“iya..Kak boleh..!’
jawab Nadin yg kemudian langsung menutup telponnya setelah menyebutkan No Hpnya
pada Digta. Setelah Digta menelpon, dalam seketika perasaan Nadin mulai campur
aduk perasaan senang, sedih, kesal
bahkan deg degan karena ia akan bertemu Digta dengan secepat itu. Sikap dan
cara bicara Digta di telepon masih sama seperti dulu ia orang yang tidak banyak
bicara, menjawab dan bertanya hanya seperlunya saja dan hal itu membuat Nadin
sedikit kesal tapi ia coba untuk mengerti , kini Nadin mulai benar benar meyakini
hatinya dan menyadari kalau cerita
kebersamaanya dengan Digta itu ternyata belum berakhir.
Keesokan harinya dengan
ditemani sang Ibu Nadin bersiap siap untuk menghadiri acara pelepasan
disekolah, saat Nadin akan menaiki mobil
ia teringat ada suatu benda yang ketinggalan, sehingga dia kembali lagi kerumah
dan mengambil benda itu yang ia simpan baik baik di kotak berbentuk persegi
dikamarnya, setelah mengambil benda yang ternyata adalah sebuah pena milik
Digta ia langsung berangkat kesekolah.
Dari awal acara
pelepasan dimulai, Nadin sedikit tidak menikmati acara itu karena ia terus terusan
melihat HP nya dan menunggu telepon dari Digta. Nad??”kamu ga papa kan??” tanya
Sofi yang kebetulan duduk disamping Nadin. “aku..gak papa ko sof..”. “
beneran..? dari tadi aku perhatiin kamu liatin HP mulu, teruuuuss....kamu
keliatannya resah banget..Nad ” ujar Sofi sambil menatap wajah Nadin, “ iihhh..
sofi, beneran aku ga papa..emmm aku ketoilet bentar ya..??” ujar Nadin yang
kemudian langsung meninggalkan Sofi. “iyaa..jangan lama lama ya Nad..” teriak
Sofi.
Dengan Langkah yang cepat saat menuju ke toilet Nadin melihat
banyak sekali alumni angkatan tahun lalu yang datang melihat acara pelepasan,
ia langsung yakin kalau Digta juga pasti ada di sekolah , kemudian ia mencari Digta kebeberapa tempat yg menjadi tempat favorit Digta waktu sekolah dulu, namun setelah hampir
setengah jam mencari Nadin tidak menemukan Digta dimanapun,
Hingga ia memutuskan untuk pulang karena acara pelepasan sudah selesai. Diperjalan
pulang Nadin hanya memikirkan Digta,dan menunggu bunyi telepon dari Digta
sambil terus memegang pena yang akan ia berikan. Baru sampai persimpangan Nadin
tiba tiba meminta Ibunya untukmengantarkannya kedanau yang dulu pernah ia datangi dengan Digta.
“Kamu mau ngapain ke
danau?? Tempat itu lumayan jauh loh Nak..?? Ujar Ibu Nadin sambil terus
menyetir
“Mahh...Nadin kesana
Cuma bentar kok, ntar mamah jemput Nadin lagi jam 4 sore ..”
“ya udah kalau gitu..mamah
antar”
............................................................
“Nad... disana kamu hati
hati ya..Nak??
“ iya mah...kalau ada
apa apa Nadin pasti telpon mamah..” jawab Nadin singkat sambil turun dari mobil.
Nadinpun mulai berjalan menuju Danau,ia melihat sebuah sampan yang masih sama
seperti dulu, ia mulai teringat betapa senangnya saat saat menaiki sampan
berdua dengan Digta, dengan hanya disaksikan kicauan burung dan sayup angin.
“pikiran ku saat ini
mungkin tak setenang air danau yang kulihat ini , ,dimana kamu Kak??” ujar Nadin yang masih
berdiri ditepi danau, kemudian ia menghelakan nafas,
“diriku bukanlah aku,
tanpa kamu yang selalu melengkapi cerita indah dalam hidupku, meskipun semuanya
terasa singkat tapi itu benar benar berarti, hanya pena inilah harapanku satu
satunya agar aku bisa bertemu sama kamu, dimana sih kamu Kak.....??” ujar Nadin
dalam hati sambil melihat pena yang terus ia pegang.
Hampir satu jam setengah
Nadin berada di Danau, melihat hari yang semakin sore Nadin memutuskan untuk pulang, tapi baru
2 langkah Nadin mundur ia dikagetkan oleh seseorang yang memberikan sebuah kuas
dari arah belakangnya, kemudian nadinpun langsung membalikan badan dengan
perlahan, ia langsung kaget karena orang yang di belakangnya itu ternyata tak lain
adalah Digta.
“hei Nad?? Tanya Digta lembut dan langsung terpesona melihat
Nadin yang cantik dan anggun dengan mengenakan kebaya berwarna putih mocca.
“Kak Digta?? tanya Nadin
pelan,
“kamu apa kabar Nad??
maaf yahh aku gak nelpon kamu soalnya HP aku lowbet,terus tadi aku kerumah
kamu, tapi kata Ibu kamu, kamu ada disini.
“hemmm, aku....alhamduliah
baik Ka, emmm oh iya..ini bolpoin Kak Digta..sekarang, Kak Digta udah memilikinya
kembali” ujar Nadin sambil memberikan pena itu
“iya..terima kasih ya
kamu udah menyimpannya,”
“iyaa sama sama..Kak!!”
“ini kuas kamu Nad, aku
kembaliin lagi sama kamu. eemmm Nad?? sebenarnya
siiih aku ga terlalu pengen memiliki kembali bolpoin itu, tapiiii..tapi aku hanya ingin memiliki kamu Nad.." ujar Digta yang kemudian menggenggam kedua tangan Nadin dengan lembut.
"memiliki aku?? Tanya
Nadin dengan sdikit ga percaya
“iyaa meiliki kamu, aku..aku
sebenarnya udah lama suka sama kamu Nad, rasa ini bener bener baru aku alami
stelah aku mengenal kamu, kamu yg udah ngerubah hidup aku lewat puisi puisi yg
sering kamu kirim dulu, kamu juga yang udah menyadarkanku dan mengajakku
terbang dari kesendirin dan sepi hingga semuanya menjadi lebih berarti. Selama
setahun di bali Aku baru sadar kalau ternyata aku ga bisa jauh dari kamu ,
daaan cinta yg akan aku cari di yogya itu..itu adalah kamu Nad.
“udah ngomong nya???”
ujar Nadin sambil tersenyum ..
“hmmpt?? ko kamu
gitu sih Nad!! Aahh BT ahh..!!” aku tuh lagi nembak kamu tau...udah romantis
romantis gini juga..” jawab Digta dengan celotehannya,lalu mereka tertawa kecil
“hmmmm bisa cubitin
tangan aku gak??” ujar Nadin yang langsung menyodorkan tanngannya.
“hah? Jadi.. kamu
ngerasa kalo ini tuh Cuma mimpi? Ya udah sini aku cubit ..
“aaawww sakiiiittt..”
hihihii iyaa ini bukan mimpi..
“emang bukan mimpi .., ya
udahlah, jadi gimana?? Aku pengen banget mengulang semua itu untuk yang kedua
kalinya Nad, tapi aku juga tau kalau aku gak
bisa egois untuk memaksamu mencintaiku. aku cuma ingin kamu tau perasaanku ini,
“hmmm aku rasa aku ga
perlu deh jawab cinta Kak Digta, karena Kak digta pasti udah tau dari surat
surat itu, bagaimana perasaanku sebenarnya sama Kakak. Dan, perasaanku dari dulu sampai sekarang itu
masih sama, ga ada yg berubah.
“ makasih ya Nad...aku
sayang bnget sama kamu..” ujar Digta yang kemudian memeluk Nadin, Nadin hanya
bisa diam dan tersenyum dalam pelukannya, berharap yang terjadi bukanlah
sekedar mimpi belaka. Kini penantian Nadin berbuah manis, penantian akan sebuah
harapan yang sebelumnya tidak mungkin ia dapatkan terjawab sudah. Cowok
manis,tinggi, dan kalem itu sekarang benar benar menjadi teman hidupnya, karena
Nadin memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Bali dan memilih universitas yang
sama dengan Digta, dengan itu Nadin bisa
terus bersama sama dengan Digta, menyatukan pena dan kuas agar selalu menggoreskan
cerita cinta yang indah diantara mereka.
............The End............
yahhhh tamat....
BalasHapusn n
(=.=)
hihihii iaaa...tamat
Hapusakhir nya selesai juga,,,
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus